Penolakan Rencana Pertambangan di Gunung Kate: Warga dan Aliansi Bersatu Melawan
Hari ini, pergerakan sebagian warga dari dua desa memunculkan protes yang tegas untuk menolak rencana dan aktivitas pertambangan di wilayah Gunung Kate. Aksi ini tidak hanya menjadi bentuk penolakan, tetapi juga mencetuskan pertanyaan serius terkait pertemuan di pendopo kabupaten Sukabumi kemarin, apakah itu merupakan bagian dari rangsangan terhadap penerbitan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP OP).
Menariknya, pemanggilan warga kemarin terlihat tidak melibatkan Dinas Kehutanan dan Perum Perhutani, yang secara jelas memberikan izin awal terkait kawasan hutan Gunung Kate. Hal ini mengundang keraguan apakah pertemuan tersebut benar-benar terkait dengan penolakan terhadap rencana pertambangan. Seharusnya, dalam konteks dialog yang inklusif, Dinas Kehutanan dan Perum Perhutani turut diundang untuk memberikan pandangan mereka mengingat dampak yang signifikan yang mungkin terjadi.
Aliansi bersama masyarakat Cikembar dengan teguh menolak segala rencana aktivitas penambangan di kawasan Gunung Kate. Lebih dari sekadar penolakan, mereka mendesak Penjabat (PLT) Camat Kecamatan Cikembar untuk menghadirkan pihak dari Dinas Kehutanan dan Perum Perhutani dalam dialog terbuka agar semua pihak dapat saling mendengar dan memahami perspektif masing-masing. Aliansi menyampaikan keprihatinan terhadap opini yang dilontarkan oleh PLT Camat Kecamatan Cikembar, yang mencoba menciptakan ketegangan antara warga masyarakat dan aliansi. Dalam pandangannya, PLT Camat Kecamatan Cikembar berpendapat bahwa aliansi seharusnya memiliki izin, padahal aliansi adalah bentuk kerjasama antara individu, kelompok, atau negara yang bergabung untuk mencapai keuntungan bersama atau tujuan bersama, tanpa persyaratan izin atau badan hukum menurut undang-undang. Pendapat ini, bagaimanapun, menimbulkan pertanyaan tentang pemahaman mendasar mengenai sifat aliansi dan apakah izin atau badan hukum menjadi hal mutlak dalam setiap konteks. Aliansi dan masyarakat sekitar berpendapat bahwa Undang-undang tidak mewajibkan aliansi untuk memiliki izin atau berbadan hukum. Sebaliknya, semangat kolaboratif dan dialog yang terbuka seharusnya lebih diutamakan untuk mencapai solusi yang adil dan berkelanjutan. Ketidaksetujuan terhadap pandangan PLT Camat Kecamatan Cikembar seolah menjadi cermin ketidakpastian dan kompleksitas dalam menghadapi isu pertambangan di Gunung Kate. Warga masyarakat merasa bahwa PLT Camat tidak sepenuhnya berpihak kepada mereka yang menolak rencana pertambangan di wilayah hutan Gunung Kate. Kritik tersebut muncul karena PLT Camat dianggap tidak memberikan dukungan penuh terhadap penolakan tersebut, dan bahkan cenderung meremehkan posisi dan perjuangan masyarakat. Pentingnya melibatkan semua pihak terkait, termasuk Dinas Kehutanan dan Perum Perhutani, dalam diskusi yang lebih mendalam menjadi pokok perhatian dalam konteks ini. Aliansi dan masyarakat Cikembar menginginkan proses pengambilan keputusan yang transparan dan partisipatif, dengan melibatkan aspek-aspek ekologis, ekosistem, sosial, dan budaya secara menyeluruh. Penting untuk mempertimbangkan dampak ekologis dari aktivitas pertambangan di kawasan hutan Gunung Kate. Aliansi mengkritisi Persetujuan Teknis yang dikeluarkan oleh Dinas Kehutanan dan Perum Perhutani, menyatakan bahwa proses ini terlalu menyepelekan dampak potensial terhadap lingkungan. Dalam penilaian Aliansi, Persetujuan Teknis tersebut tidak cukup mendalam dalam memperhitungkan konsekuensi jangka panjang terhadap ekosistem dan keberlanjutan lingkungan. Mengingat kompleksitas isu ini, Aliansi dan warga masyarakat menilai bahwa perlu adanya keterlibatan pihak ahli independen untuk menilai secara obyektif dampak lingkungan yang mungkin terjadi akibat aktivitas pertambangan. Pendekatan ini dianggap lebih netral dan dapat memberikan pandangan yang lebih komprehensif terhadap implikasi jangka panjang dari rencana pertambangan. Dalam rangka untuk mencapai solusi yang adil dan berkelanjutan, Aliansi dan masyarakat Cikembar juga menyerukan partisipasi aktif dari pemerintah setempat. Melibatkan pemerintah dalam proses dialog dapat menciptakan kebijakan yang lebih baik dan lebih berimbang, serta memberikan kepastian hukum bagi semua pihak yang terlibat.
Mengingat isu ini tidak hanya terbatas pada aspek ekologis, tetapi juga memengaruhi dimensi sosial dan budaya, penting untuk mengintegrasikan suara dan aspirasi masyarakat setempat dalam pengambilan keputusan. Dengan melibatkan masyarakat secara langsung, dapat dihasilkan solusi yang lebih inklusif dan berkelanjutan yang mempertimbangkan kebutuhan dan nilai-nilai lokal. Sebagai tindak lanjut dari pergerakan dan protes ini, Aliansi dan warga masyarakat Cikembar berharap dapat diberikan ruang yang cukup untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan yang akan memengaruhi masa depan mereka. Peran PLT Camat Kecamatan Cikembar diharapkan untuk lebih berpihak kepada kepentingan masyarakat, mendengarkan aspirasi mereka, dan memastikan bahwa proses pengambilan keputusan berlangsung secara adil dan demokratis. Dengan demikian, perlawanan masyarakat dan aliansi terhadap rencana pertambangan di Gunung Kate tidak hanya mencerminkan aspirasi untuk keberlanjutan lingkungan, tetapi juga merupakan panggilan untuk menciptakan tata kelola yang lebih baik dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat lokal. Dengan adanya dialog terbuka, partisipasi aktif, dan evaluasi yang cermat terhadap dampak lingkungan, diharapkan dapat ditemukan solusi yang sejalan dengan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan.
Kontributor Artikel: Bung Yusdi (Angkatan Muda Siliwangi Cikembar)